Sabtu, 04 Juni 2016

GEREJA YANG PEDULI DAN BERBAGI


2 Korintus 8 : 1 – 15

Dengan mencantumkan nama anggota PGI pada papan nama jemaat maupun kepala surat, maka kita menyatakan bahwa kita semua adalah anggota  Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI),  karena  pada 25 Mei 1950,--  5 thn sesudah kemerdekaan RI – GMIT turut mendirikan lahirnya DGI (kini:PGI) di Jakarta. Pada HUT  PGI 66 ini semua gereja anggota PGI (89 synode) beribadah menggunakan liturgi GMIT  model II, dengan thema:  GEREJA YANG PEDULI DAN BERBAGI (2 Kor.8:13-15). Dua kata kunci dalam tema ini: Peduli adalah sebuah sikap; dan berbagi adalah sebuah tindakan.  Kepedulian menunjukan kesadaran bahwa kita terikat bersama-sama dengan orang lain dalam satu kehidupan bersama, karena kita hidup dalam bumi yang satu. Dalam kepedulian seperti itulah, kita lalu dengan rela berbagi. Berbagi bukan karena kita kaya, lebih mampu dan mapan. Tapi karena yang lain adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita.
 Mengapa gereja  harus peduli dan mau berbagi? Karena kemurahan hati. Kemurahan hati  itu adalah karunia Allah,dan bukanlah beban yang mewujud melalui kepedulian dan berbagi demi  keseimbangan. Dengan peduli dan berbagi maka  tiap orang kristen dibebaskan dari kecenderungan menguatnya gaya hidup individualistis yang makin mengerikan.
Dulu, kita bikin kandang untuk hewan. Sekarang kita bikin rumah untuk kandang manusia.  Rumah dikelilingi tembok besar. Ketika kita  masuk ke halaman rumah,kita  mulai tutup pintu pagar; lalu masuk rumah, kita tutup pintu rumah; alu kita masuk kamar  tutup pintu kamar, lalu tidur mulai tutup pintu hati bagi orang lain. 
Banyak orang semakin tidak peduli dengan orang lain dan apa yang terjadi di sekitarnya, sejauh tidak menggangu diri saya, maka bukan urusan saya.  Orang makin merasa nyaman hidup sendiri, dan tidak rela keluar dari zona kenyamanannya. Orang lain akan menjadi penting sejauh dia menguntungkan saya. Relasi antar manusia lalu menjadi relasi ‘kalau ada keuntungan’, bukan lagi relasi sosial alami yang saling membutuhkan. Orang menjadi sibuk mengurus urusannya sendiri, berjuang meraih dan menumpuk materi, kuasa dan kedudukan bagi kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap hidup seperti ini tidak jarang bermuara pada keserakahan yang mematikan kehidupan bersama.
Bagaimana dengan gereja??  Lihat! gereja-gereja kita pun mulai tiru-tiru orang modern dengan gaya individualistis yang  tinggi sehingga semakin jauh dari Tuhan. Coba perhatikan!!, banyak uang gereja yang dipakai untuk bikin pagar tinggi, pintu besi, lalu tertutup hatinya untuk orang lapar, human traficking, kekerasan sexual, dll. Kalau diminta untuk prihatin dan berbagi pastilah kita menghindar dan berkata kami pun memiliki banyak masalah. Padahal,dengan peduli dan berbagi kita bisa berjalan bersama menyampaikan kabar baik bagi dunia ini.
Kontras dengan itu, jemaat di Makedonia (Filipi, Tesalonika,Berea,dll) dengan jemaat di Yerusalem (2Korintus 8:1-24), saling peduli dan berbagi. Meskipun mereka miskin, menderita, dan menghadapi berbagai cobaan, mereka tetap saling menolong, bahkan mendesak untuk mengambil bagian dalam pelayanan (2Korintus 8:4), sehingga mereka bisa berjalan dan bertumbuh bersama. Mengapa? “Tanpa kita berjalan bersama-sama kita sedang memelihara ‘singa’ saling menggigit dan menyikut (bahasa Kupng: baterek). Kita mesti waspada hal ini agar jangan sampai gereja dikuasai oleh roh dunia ini.
Paulus kemudian mendorong Jemaat Korintus agar mereka mengikuti teladan jemaat-jemaat di Makedonia (ay.1), yang rela memberi dengan murah hati. Apa lagi mereka telah menikmati berbagai berkat dari Allah (ay.7). Sebab itu Paulus berharap agar jemaat Korintus termotivasi karena melihat teladan Kristus. Ia ingin jemaat Korintus dapat melihat kesempatan untuk menolong jemaat di Yerusalem, sebagai sebuah anugerah dari Allah (ay.9). Respons mereka terhadap kesempatan ini akan merupakan ujian bagi ketulusan kasih mereka pada Kristus. Kalau begitu, dalam HUT 66 PGI ini kita belajar bahwa  kemurahan hati itu merupakan anugerah Allah untuk kita saling peduli dan berbagi. Iman dan kasih kepada Yesus Kristus memang bukan hanya nyata melalui doa atau ibadah pribadi, tetapi juga tampak dalam kepedulian yang terwujud melalui pertolongan. Teladan dari jemaat-jemaat Makedonia menyadarkan kita bahwa kemiskinan bukanlah alasan untuk tidak menolong orang lain. Dengan melakukan hal itu, kita memenuhi hukum Yesus Kristus, yaitu mengasihi Allah dengan mengasihi sesama. Dan sesungguhnya: BERMURAH HATI IKUT MENANGGUNG BEBAN ORANG LAIN TERNYATA JUGA MERINGANKAN BEBAN SENDIRI~~~Amin!


Pdt. Emr. M. Jack Karmany, S.Th

0 komentar:

Posting Komentar