KELUAR DARI ZONA NYAMAN
Kisah Rasul 10 : 1 – 23
Di minggu Kristofani (penampakan Yesus Kristus)
ini saya mengingatkan kita semua sebagai gereja bahwa gerakan pekabaran Injil
masih belum selesai. Manakala kita menganggap gerakan PI sudah selesai maka
kita sedang terjebak dalam tembok pengaman pemujaan diri sendiri yang saya
sebut zona nyaman. Di zona nyaman, kita menganggap Tuhan tidak bekerja lagi.
Padahal Tuhan tidak pernah berhenti bekerja karena Injil masih belum sampai ke
ujung-ujung bumi. Ujung bumi masih belum terwakili hanya dengan pertobatan
seorang sida-sida yang adalah pembesar dari Etiopia. Dalam bacaan kita Tuhan ingin merengkuh Kornelius, anggota
pasukan Italia, seorang bukan yahudi/bukan orang Israel. Walau Kornelius itu
bukan orang Israel atau non Yahudi, Kornelius percaya pada Allah yang orang
Israel sembah. Dan itu dia wujudkan dalam hidup takut akan Allah Israel (ayat 2). Bahkan seisi rumahnya pun takut akan
Tuhan. Rasa takut akan Tuhan itu mewujud dalam bentuk doa dan sedekah kepada
umat Tuhan yang membutuhkan. Malaikat berkata bahwa doa dan sedekah Kornelius
sesungguhnya bagaikan aroma persembahan yang harum di hadapan Allah (ayat 3-6). Namun perbuatan baik tidak pernah
menjadi jaminan bagi siapapun untuk beroleh keselamatan. Ini dapat kita lihat
dari respons Allah. Allah tidak menyatakan bahwa Kornelius telah diselamatkan,
meski Ia berkenan pada Kornelius. Itulah sebabnya Allah menyuruh dia untuk
mengusahakan pertemuan dengan rasul Allah, yaitu Petrus.
Sikap Petrus terhadap orang non yahudi itu sangat
tertutup. Dalam hal ini perbedaan ras dan agama sungguh menjadi tembok pengaman
untuk Petrus tetap berada di zona nyamannya. Petrus lebih nyaman mengurus umat
israel daripada orang lain. Hal itu
terlihat dalam tahap-tahap: 1) ketika Petrus berdoa dan melihat penglihatan,
utusan Kornelius sedang menuju tempat tinggal Petrus (9); 2) di saat ia
kebingungan memikirkan arti penglihatan itu, utusan Kornelius tiba di tempat
Petrus (17-18); 3) adanya penegasan Roh Kudus untuk tidak ragu-ragu berangkat
(19-20); dan 4) ketika utusan itu memperkenalkan dirinya, dan menyatakan maksud
menjumpai Petrus (22-23). Cara kerja demikian, memungkinkan Petrus memulai misi
menjangkau bangsa lain di luar lingkup Yahudi. Betapa indahnya kerja Allah. Dengan
menjadi umat Tuhan ia pun masuk dalam gerakan pekabaran injil kepada orang non
Yahudi. Ia harus Tunjukan kekristenannya dengan menjadi saksi Injil Yesus
Kristus kepada isi rumah, keluarga, tetangga, orang lain dan dunia ini. Tanpa
menunjukan buah kekristenan begitu, maka meski pun kita rajin beribadah, tapi
jauh dari Tuhan. Keadaan ini yang kini terasa menakutkan karena ibadah makin
banyak diikuti, makin menarik dan mengagumkan tapi tidak terjadi perubahan apa-apa dalam hidup. Jika tidak terjadi perubahan
apa-apa sesudah mendengar FT dalam ibadah kita maka sesungguhnya kita pun
tetap menjadi penganiaya Yesus Kristus.
Kita perlu pertobatan atau pembalikan keadaan, supaya terjadilah perubahan
dalam hidup.
Maka
kisah ini memperlihatkan kepada kita kehendak Allah bahwa Injil harus
disebarluaskan kepada siapapun, tak pandang ras atau warna kulit. Seperti
halnya Petrus, jemaat seringkali terkurung di balik dinding dan benteng gereja.
Kita cenderung suka berada di daerah yang tidak membuat kita merasa terancam,
yakni di tengah orang-orang yang menerima dan mengasihi kita. Jika itu benar,
berarti kita perlu lebih memahami visi belas kasihan Allah terhadap jiwa-jiwa
yang terhilang. Pengertian yang lebih baik itu akan menggerakkan kita untuk
meninggalkan “daerah nyaman” dan menjangkau orang-orang kepada siapa
Juruselamat telah memberikan hidup-Nya. Dalam pertolongan dan karya Roh kudus
kita akan memenangkan jiwa-jiwa bagi kemuliaan Allah. Kalau begitu mari
berteduh dan menjawab pertanyaan ini : Adakah kita sedang merasa terlalu nyaman
dengan tidak menyampaikan kabarbaik bagi orang lain? Sediakan diri Anda seperti
Petrus, sekarang!!..~~~Amin!
Oleh: Pdt. Emr. M. Jack
Karmany, S.Th
Sumber: warta jemaat cetak JMO edisi 17 April 2016
0 komentar:
Posting Komentar