2 Korintus 8
: 1 – 15
Dengan
mencantumkan nama anggota PGI pada papan nama jemaat maupun kepala surat, maka
kita menyatakan bahwa kita semua adalah anggota
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), karena
pada 25 Mei 1950,-- 5 thn sesudah
kemerdekaan RI – GMIT turut mendirikan lahirnya DGI (kini:PGI) di Jakarta. Pada
HUT PGI 66 ini semua gereja anggota PGI
(89 synode) beribadah menggunakan liturgi GMIT
model II, dengan thema: GEREJA
YANG PEDULI DAN BERBAGI (2 Kor.8:13-15). Dua kata kunci dalam tema ini: Peduli adalah sebuah sikap; dan berbagi adalah sebuah tindakan. Kepedulian menunjukan kesadaran bahwa kita
terikat bersama-sama dengan orang lain dalam satu kehidupan bersama, karena
kita hidup dalam bumi yang satu. Dalam kepedulian seperti itulah, kita lalu
dengan rela berbagi. Berbagi bukan karena
kita kaya, lebih mampu dan mapan. Tapi karena yang lain adalah bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan kita.
Mengapa gereja
harus peduli dan mau berbagi? Karena kemurahan hati. Kemurahan hati itu adalah karunia Allah,dan bukanlah beban
yang mewujud melalui kepedulian dan berbagi demi keseimbangan. Dengan peduli dan berbagi
maka tiap orang kristen dibebaskan dari
kecenderungan menguatnya gaya hidup individualistis yang makin mengerikan.
Dulu, kita bikin kandang untuk hewan.
Sekarang kita bikin rumah untuk kandang manusia. Rumah dikelilingi tembok besar. Ketika
kita masuk ke halaman rumah,kita mulai tutup pintu pagar; lalu masuk rumah,
kita tutup pintu rumah; alu kita masuk kamar
tutup pintu kamar, lalu tidur mulai tutup pintu hati bagi orang
lain.
Banyak orang
semakin tidak peduli dengan orang lain dan apa yang terjadi di sekitarnya,
sejauh tidak menggangu diri saya, maka bukan urusan saya. Orang makin merasa nyaman hidup sendiri, dan
tidak rela keluar dari zona kenyamanannya. Orang lain akan menjadi penting
sejauh dia menguntungkan saya. Relasi antar manusia lalu menjadi relasi ‘kalau
ada keuntungan’, bukan lagi relasi sosial alami yang saling membutuhkan. Orang
menjadi sibuk mengurus urusannya sendiri, berjuang meraih dan menumpuk materi,
kuasa dan kedudukan bagi kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap hidup seperti
ini tidak jarang bermuara pada keserakahan yang mematikan kehidupan bersama.
Bagaimana dengan gereja?? Lihat! gereja-gereja kita pun mulai tiru-tiru
orang modern dengan gaya individualistis yang
tinggi sehingga semakin jauh dari Tuhan. Coba perhatikan!!, banyak uang
gereja yang dipakai untuk bikin pagar tinggi, pintu besi, lalu tertutup hatinya
untuk orang lapar, human traficking, kekerasan sexual, dll. Kalau diminta untuk
prihatin dan berbagi pastilah kita menghindar dan berkata kami pun memiliki
banyak masalah. Padahal,dengan peduli dan berbagi kita bisa berjalan bersama
menyampaikan kabar baik bagi dunia ini.
Kontras
dengan itu, jemaat di Makedonia (Filipi, Tesalonika,Berea,dll) dengan jemaat di
Yerusalem (2Korintus
8:1-24), saling peduli dan berbagi. Meskipun mereka miskin,
menderita, dan menghadapi berbagai cobaan, mereka tetap saling menolong, bahkan
mendesak untuk mengambil bagian dalam pelayanan (2Korintus
8:4),
sehingga mereka bisa berjalan dan bertumbuh bersama. Mengapa? “Tanpa kita berjalan bersama-sama kita sedang
memelihara ‘singa’ saling menggigit dan menyikut (bahasa Kupng: baterek). Kita mesti waspada hal ini
agar jangan sampai gereja dikuasai oleh roh dunia ini.
Paulus kemudian mendorong Jemaat Korintus agar mereka
mengikuti teladan jemaat-jemaat di Makedonia (ay.1), yang rela memberi dengan
murah hati. Apa lagi mereka telah menikmati berbagai berkat dari Allah (ay.7).
Sebab itu Paulus berharap agar jemaat Korintus termotivasi karena melihat
teladan Kristus. Ia ingin jemaat Korintus dapat melihat kesempatan untuk
menolong jemaat di Yerusalem, sebagai sebuah anugerah dari Allah (ay.9).
Respons mereka terhadap kesempatan ini akan merupakan ujian bagi ketulusan kasih
mereka pada Kristus. Kalau begitu, dalam HUT 66 PGI ini kita
belajar bahwa kemurahan hati itu
merupakan anugerah Allah untuk kita saling peduli dan berbagi. Iman dan kasih
kepada Yesus Kristus memang bukan hanya nyata melalui doa atau ibadah pribadi,
tetapi juga tampak dalam kepedulian yang terwujud melalui pertolongan. Teladan
dari jemaat-jemaat Makedonia menyadarkan kita bahwa kemiskinan bukanlah alasan
untuk tidak menolong orang lain. Dengan melakukan hal itu, kita memenuhi hukum
Yesus Kristus, yaitu mengasihi Allah dengan mengasihi sesama. Dan sesungguhnya:
BERMURAH HATI IKUT MENANGGUNG BEBAN ORANG LAIN TERNYATA JUGA MERINGANKAN BEBAN
SENDIRI~~~Amin!
Pdt.
Emr. M. Jack Karmany, S.Th
0 komentar:
Posting Komentar