Yohanes 19 :
1 – 16
Oleh: Pdt. Emr. Jack Karmany, S.Th
Di minggu sengsara Yesus Kristus ke-7 yang dikenal
juga dengan minggu Palma (latin,Palmarum),
kita menyorot frasa yang sudah sangat akrab dengan kita yaitu frasa: menerima
Yesus. Dalam peneguhan sidi hari ini, semua calon sidi melalui pengakuan dan
janjinya dipahami sebagai telah menerima Yesus Kristus. Betulkah begitu? Atau hanya suatu kelatahan berucap dalam pengakuan
dan janji semata? Mari kita lihat bacaan kita.
Dalam Yohanes 19:16, kita belajar bahwa frasa “menerima
Yesus” juga dapat bermakna negatif. Dalam nats ini kita membaca bahwa
Pontius Pilatus “menyerahkan” Yesus kepada mereka. “Mereka” disini menunjuk kepada
orang-orang Yahudi, khususnya imam-imam. Selain Pilatus menyerahkan Yesus,
Yudas Iskariot pun “menyerahkan”
Yesus kepada para imam Yahudi(Markus 14:10-11 dsb). Dan para imam Yahudi
menerima Yesus, tapi untuk apa? Untuk menghukum Dia dan mati salib. Kalau begitu, Sengsara dan kematian
Yesus di atas kayu salib nampak seperti transaksi : menyerahkan –menerima. Dan nampaknya dalam transaksi itu Yesus
kelihatan seperti seseorang yang kalah, baik dari Pilatus maupun Yudas, dan
tidak dapat menyelamatkan diriNya sendiri. Namun sebetulnya, kematian Yesus
sama sekali bukan kecelakaan sejarah. Yesus mati, karena memang itu tujuan
kedatanganNya (Matius 20:28). Yaitu Dia
sendiri yang memberikan atau menyerahkan nyawaNya (Matius 20:28; Lukas 23:46;
Yohanes 19:30; 1 Yoh.3:16) dan manusia untuk menerima Dia. Namun menerima macam
apa?
Lukas 19:6 mencatat tentang tokoh Zakheus yang juga “menerima”
Yesus. Namun berbeda dengan para imam Yahudi yang menerima Yesus untuk
mempermalukan Yesus, menyalibkanNya, dan mendatangkan celaka/hukuman ke atas
diri mereka sendiri, Zakheus sebaliknya, ia menerima Yesus untuk bersekutu
dengan Dia. Zakheus menerima Yesus di rumahNya. Kata Yunani untuk “menerima”
disini bermakna “berada di bawah satu atap“. Perkara menerima seseorang
masuk ke dalam rumah tentu bukan hal sepele. Rumah adalah area private
setiap orang. Jadi Zakheus telah mengundang Yesus untuk masuk ke area paling private
dalam hidupnya, apalagi dalam konteks Zakheus digambarkan juga adanya
perjamuan makan. Dan dalam tradisi Yahudi, makan bersama menyiratkan adanya
persekutuan. Tidak heran, keputusan Zakheus menerima Yesus dan keputusan Yesus
santap bersama dengan Zakheus menimbulkan pergunjingan negatif. Bagaimana bisa,
seorang guru agama seperti Yesus bersekutu dengan seorang pemungut cukai?
Pemungut cukai dipandang sebagai orang berdosa; kaki tangan penjajah yang
seringkali memeras bangsanya sendiri demi kepentingan material pribadi.
Kita melihat sebuah kontras antara para imam dan
Zakheus. Para imam Yahudi menerima Yesus dalam anggapan bahwa diri mereka adalah
kelompok orang suci yang sedang menghukum orang berdosa, sedangkan Zakheus
menerima Yesus dalam pengakuan bahwa dirinya adalah orang berdosa. Namun kita
semua mengetahui akhir dari semuanya. Para imam Yahudi itu akhirnya
mendatangkan hukuman ke atas diri mereka sendiri, sedangkan tentang Zakheus,
Yesus berkata, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena
orang ini pun Anak Abraham” (Lukas 19:9).
Bagaimana dengan Anda? Menerima Yesus macam apakah
Anda? Menerima Yesus untuk mempermalukan Dia? Ataukah menerima Yesus untuk
membuka ruang private kita yang paling pribadi bagi Dia, untuk Dia masuk
dan bersekutu dengan kita; menghadirkan keselamatan atas hidup kita?
Bagi kita orang Kristen sebetulnya berlaku Firman dari
Kolose 2:6. Kita adalah orang-orang yang telah menerima Kristus Yesus, dan di
atas penerimaan itu, kita membangun kehidupan iman kita.Dengan menerima
YesusKristus dan membangun hidup bersamaNya maka iblis kalah. Karena itu
penggambaran dalam film Passion of Christ karya Mel Gibson sangat tepat,
yaitu ketika digambarkan iblis berteriak kalah pada detik Yesus mati.
Sumber: Warta Jemaat Cetak, Jemaat Maranatha Oebufu Edisi 20 Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar