“AKU DAN
KONDEKTUR”
OLeh:
Winda R. Purba
Hariku melelahkan… Deadline kerjaan yang
tak ada habis-habisnya, komplain klien yang bertubi-tubi, negosiasi yang alot
dan tak kenal ampun menguras otak, sampai hal-hal sepele yang dilakukan temanku
dan membuatku sensitif, menjadikan hariku luar biasa jenuh dan kesal hari
ini. Padahal kalo dipikir-pikir, berapa sih gajiku sampai beberapa hari
belakangan ini aku rela pulang di atas jam 9 malam terus? Rasanya lelah sekali…
Semakin dipikirkan, semakin stress rasanya!
Huh…syukurlah hari ini
telah berlalu. Dengan maksud nikmat dan hemat, hari itu aku naik bis PPD regular
ke rumahku. Aku duduk persis di kursi berjajar panjang pada posisi paling
belakang. Aku menghela nafas… Memikirkan semua hal yang terjadi di kantor hari
ini. Sambil musik tetap mengalun dari radio handphoneku, aku mencoba untuk
melupakan kekesalanku sepanjang hari ini.
Memasuki tol Kebun Jeruk
menuju ke Tangerang, aku merenung tidak menentu… Memikirkan ini, memikirkan
itu… Nggak jelas… Jalanan sepi dan lancar. Maklum, waktu sudah menunjukkan
pukul setengah sebelas malam. Sampai akhirnya mataku menangkap kegalauan hati
seseorang di keremangan lampu bus. Kenek bus yang kutumpangi.
Di semburat wajah tuanya,
kusam bajunya, dan dinginnya udara dari pintu belakang bus yang sudah tidak
dapat lagi tertutup rapat, ia terduduk di tangga bus sambil tangannya memegang
pintu bus. Lama ia mencoba menembus buramnya kaca bus untuk dapat melihat
keluar, sampai ketika bus sudah melewati perbatasan Jakarta – Banten, ia pun
tertidur. Dari tidurnya, aku dapat mengetahui bahwa ia tidak tenang, karena
sepanjang dia tidur aku tidak melepaskan mataku daripadanya. Terkadang ia
terbangun kaget, kemudian dengan mata sayu, ia kembali tidur lagi. Begitu
seterusnya sampai kami keluar pintu tol Karawaci, Tangerang.
Begitu penumpang banyak
turun di daerah Islamic / Lippo Karawaci, ia pun duduk di sampingku. Dari aroma
tubuhnya, aku tahu dia bekerja keras hari itu, melewati panas dan hujan. “Di
Blok-M panas, di Tangerang hujan”, begitu ujarnya. Dari logatnya, aku hafal
benar kalau dia orang Batak. Tidak sedikitpun ada rasa enggan di diriku untuk
ngobrol dengannya, yang ada malah aku ingin sekali dia bercerita tentang
semburat wajahnya yang menyembunyikan masalah.
Ternyata keluhnya hanya
satu : “Capek kali hari ini, tapi lebihan untuk kami masih sedikit… Kayaknya
kami belum bisa pulang, mungkin masih dapat 1 rit lagi ke Blok-M untuk
nambah-nambah hidup. Bensin pun belum diisi… Pusing!”
Sesaat aku terdiam. Jam
kerjanya pasti di atas jam kerjaku. “Keluar pool jam 5.30 sampe pool nanti bisa
jam 23.30!”, tukasnya. Delapan belas jam dia kerja, dan yang dicarinya lebihan
uang dari jumlah uang yang harus ia setor tiap harinya. “Emang biasa lebihannya
dapat berapa Bang?”, tanyaku. “Paling nggak dapatlah aku 50,000.00 ya…tapi kalo
malam minggu sih bisa lebih…segitu aja udah ngepas, kan bagi dua sama supir”.
Dia cerita kalo supir pasti dapat lebih banyak dari kenek, karenanya kalo
sehari hanya dapat lebihan 100ribu, kebayang khan kalo pembagiannya 60-40,
dapet berapa kerja 18 jam…?? Dia sih cerita kalo dia digaji juga sama PPD, tapi
berapa sih gaji mereka dibanding kebutuhan hidup sekarang? Trus dia juga tanya
aku apakah aku tahu soal demonstrasi yang dilakukan supir dan kenek bus PPD
beberapa waktu yang lalu, karena gaji mereka yang tertahan. Aku biarkan dia
menjelaskannya... aku dengarkan keluh kesahnya...
Huh…begitu turun dari bus
dan berjalan mencari angkot ke rumah, aku berpikir dan merenungkan obrolan
singkat kami tadi. Obrolan singkat itu menyadarkanku, betapa aku lupa bersyukur
atas hari ini… Lupa bersyukur untuk kesehatanku, pekerjaanku, untuk lemburan
yang aku dapat, dan untuk jam kerja yang tidak sepanjang kenek tadi tetapi juga
tidak berpenghasilan di bawah penghasilan kenek tadi. Aku tahu dan hapal benar,
bahwa betapapun susahnya kurasakan hidupku, masih ada orang yang lebih susah
dariku. Tapi hari ini aku tidak bersyukur…
Tuhan tahu saat kita
sudah lama tidak bersyukur padaNya. Ia akan memberikan kita “reminder” yang
tidak sengaja seperti ini. It is called “ACCIDENTALLY REMINDER”. We call it
accidentally, but God made it PURPOSELY for us.
0 komentar:
Posting Komentar