“PACARKU
PERGI KETIKA AKU HAMIL”
Oleh: Hertina Silalahi
Hidup Hertina Silalahi hancur
setelah mengetahui bahwa dirinya hamil. Hal paling menyakitkan yang harus
diterimanya bahwa kekasih yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Hertina
dicampakkan begitu saja dan harus menanggung aib atas kehamilannya baik di
lingkungan kampus maupun keluarga.
Hertina begitu terpukul setelah
menyadari bahwa sang pacar, sebut saja Tirto, pria yang dianggap mencintainya
apa adanya ternyata tidak bertanggung jawab. “Awalnya saya bertemu dengan
Tirto, itu di kampus. Saya bersyukur saya tidak pernah salah berpacaran dengan
dia,” kenang Hertina.
Namun kenyataan tak seperti yang
diharapkan Hertina. Di masa-masa berpacaran itu, Hertina dan Tirto justru jatuh
dalam hubungan di luar nikah. “Yang dia lakukan adalah dia meminta saya
melakukannya lagi dengan kata-kata yang manis. Dia akan bertanggung jawab,
tidak akan terjadi apa-apa, akhirnya saya kembali lagi jatuh (melakukan
hubungan di luar nikah),” ucapnya mengenang masa lalu yang sebelumnya juga
pernah jatuh dalam dosa seksual bersama mantan pacarnya.
Apa daya, habis manis sepah
dibuang. Begitulah akibat yang harus diterima Hertina ketika mendengar bahwa
Tirto tidak mau bertanggung jawab atas anak yang dikandungnya. Hertina pun
harus memikul beban psikologi yang begitu berat, bukan hanya memikirkan tentang
masa depannya tetapi berita kehamilannya menimbulkan kehebohan di lingkungan
kampus, mulai dari teman-teman hingga dekan.
Rasa marah membuat Hertina
berpikiran pendek. Tak ada lagi jalan selain bunuh diri di hadapan Tirto. “Saya
sudah kalap. Pikiran saya sudah tidak jelas lagi. Yang ada dipikiran saya
adalah memotong urat nadi saya dengan silet yang sudah ada di tangan saya. Saya
bilang kalau saya mati, kamu yang akan bertanggung jawab”.
Ancaman Hertina akhirnya membuat
Tirto berjanji akan menikahinya. Mereka telah berencana untuk menikah dalam
waktu dekat. Keluarga kedua belah pihak telah bertemu. Sayangnya, Hertina
mendapati dirinya kembali dikecewakan bahwa pernikahan tak akan pernah terjadi.
Pasalnya, Tirto justru meminta agar kandungan tersebut digugurkan saja,
dan segera kabur meninggalkan Hertina. “Saya merasa dipermainkan, saya merasa
dibohongi dengan keluarga saya juga,” kenang Hertina pada saat terakhir kali
melihat Tirto.
Pernikahan yang batal dan keinginan
untuk tetap melahirkan anak yang
dikandungnya membuat Hertina merasa telah melukai seluruh keluarganya. Dengan
penuh penyesalan, ia pun memutuskan untuk pergi dari rumah. Di atas secarik
kertas, Hertina mengungkapkan isi hati dan penyesalannya kepada keluarga dan
tinggal di sebuah yayasan yang menerima orang-orang bermasalah seperti dia.
Ia dirawat selama tiga bulan di
sana sampai dia melahirkan. “Ketika saya melihat muka anak saya pertama kali,
saya melihat muka bapaknya sama dia, timbul kebencian yang lebih lagi. “Kenapa
Tuhan ijinkan dia pergi. Kenapa kami nggak bersama aja. Dan itu terus
terngiang dipikiran saya. Rasanya pahit sekali. Saya harus memiliki anak yang
tidak pernah saya rencanakan. Lahir tanpa seorang ayah”.
Kebencian dan penyesalan yang
menyatu dalam hidup Hertina membuatnya merasa hancur. Pengharapan seolah sirna.
Hingga pengharapan itu kembali tumbuh perlahan-lahan setelah mendapatkan
pelayanan dari seorang mentor di Yayasan bernama Rumah Hidup Baru itu. “Dia
bilang bahwa Tuhan itu baik. Tuhan itu adil. Saat ini kamu boleh merasa sakit,
tapi lihat kalau kamu tetap berseru kepada Tuhan, pasti Tuhan akan ubah
semuanya”.
Setelah mendapatkan bimbingan itu,
hati Hertina seolah dibukakan dan ia pun mendengar dengan jelas suara Tuhan
berseru, “Hertina, Aku mengasihi engkau”. “Saya tidak jawab. Dua kali saya
dengar di telinga saya. Jelas sekali dan saya menangis. Setelah itu saya bangun
dan berdoa, ‘Benarkah itu suaraMu
Tuhan. Kalau itu benar, karena saya merasakan damai, ya, seperti lahir baru kembali’”.
Tuhan memberi pesan yang sangat
jelas kepada Hertina dalam Matius 5: 8,
“Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah”.
Hertina pun menyadari bahwa kesucian hati yang dimaksudkan adalah mengampuni.
“Saya minta maaf sama Tuhan. Saya sebutkan namanya, saya mengampuni dia Tuhan,
saya tidak mau lagi merasakan hal yang kosong seperti ini. Saya mau melayaniMu
Tuhan. Saya berlutut dihadapan Tuhan. Saya mau kembali”.
Setelah melepaskan pengampunan
tersebut, keajaiban pun terjadi. Seluruh keluarga yang telah disakitinya
akhirnya meminta Hertina untuk kembali ke rumah. “Yesus memulihkan keluarga saya dan hati saya”.
0 komentar:
Posting Komentar